BAB I
PENDAHULUAN
A.
PENEGASAN JUDUL
Untuk menghindari kekaburan dan kesimpangsiuran dalam memahami judul di
atas, maka penulis jelaskan beberapa istilah yang terdapat dalam judul, yaitu :
1.
Peranan
“Peranan”, asal kata dari “peran” yaitu suatu yang menjadi bagian atau
yang memegang piminan yang terutama (dalam terjadinya suatu hal atau
peristiwa).1) Dalam bukunya Soejono Soekamto, “Sosiologi Suatu
Pengantar” dijelaskan bahwa pernan (role) merupakan aspek yang dinamis dari
kedudukan atau status. Apabila seseorang melaksanakan hak-hak dan
kewajiban-kewajibannya sesuai dengan kedudukannya.2) Jadi yang
dimaksdu dengan peranan di sini adlah pelaksana hak-hak dan kewajiban sesuai
dengan kedudukannya.
2.
Pondok Pesantren
Kata “pondok” berasal dari bahasa Arab “funduk” yanga artinya hotel
atau asrama. Sedang pesantren berasal dari kata “santri” yang dengan awalan
“pe” dan akhiran “an” berarti tempat para santri.3) Sedang dalam
buku “Sejarah Pondok Pesantren di Indonesia” di jelaskan bahwa pengertian
pondok pesantren adalah :
“Suatu lembaga
pendidikan dan pengajaran agama Islam yang pada umumnya pendidikan dan
pengajaran tersebut diberikan dengan cara non klasikal (sistem sorogan dan
bandongan) dimana seorang kyai mengajar santri-santri mereka berdasarkan
kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh ulama-ulama besar sejak abad
pertengahan, sedang para santri biasanya tinggal dalam pondok atau asram.’’4)
Pengertian ini
tidak mutlak sebab tidak semua pndok pesantren menggunakan sistem pendidikan
tradisional akan tetapi ada sebagian yang sudah menggunakan sistem pendidikan
modern. Sedang yang penulis maksudkan pondok pesantren disini adalah suatu
lembaga sosial keagamaan yang mengajarkan. Mengembangkan dan menyebarkan ajaran
Islam baik kepada para santri kepada masyarakat luas.
3.
Perguruan Islam Tremas
Perguruan Islam Tremas adalah nama pondok pesantren yang didirikan oleh
KH. Abdul Manan pada tahan 1830 di Tremas, yaitu sebuah desa di mana pondok
pesantren itu didirikan. Jadi Pondok Pesantren Perguruan Islam Tremas adalah
sebuah pondok pesantren yang terletak di desa Tremas, Kecamatan Arjosari,
Kabupaten Paccitan, Propinsi Jawa Timur, yang merupakan pondok pesantren
pertama kali didirikan di Kabupaten Pacitan.
4.
Dakwah Islam
Pengetian dakwah dapat ditinjau dari dua segi, yaitu :
-
Dari segi etimologi, kata dakwah berasal dari bahasa
arab :
Artinya :
memanggil, menyeru atau mengajak.5)
-
Dari segi terminologi, Ali Mahfuzd dalam kitabnya
Hidayatul Mursyidin mendifinisikan dakwah sebagai berikut :
Artinya : mendorong (memotivasir) manusia untuk
melakukan kebaikan dan mengikuti petunjuk, memerintah mereka untuk berbuat
makruf dan mencegahnya dari perbuatan mungkar agar memperoleh kebahagiaan dunia
dan akhirat.6)
Dengan demikian yang penulis maksudkan dengan dakwah disini adalah
menyebarkan dan menyiarkan ajaran agama Islam dengan cara memelopri,
meneladani, memberi motivasi dan menyeru ummat manusia untuk melakukan
kebaikan, mengikuti petunjuk Allah SWT, menyuruh untuk berbuat baik dan
mencegah dari bebuat mungkar agar mereka memperoleh kebahagiaan di dunia dan
akhirat.
5.
Kecamatan Arjosari
Kecamatan Arjosari adalah salah satu kecamatan yang ada di wilayah
kabupaten Pacitan, Propinsi Jawa Timur, dimana Pondok Pesantren Perguruan Islam
Tremas berbeda.
Jadi yang penulis maksudkan dengan judul di atas adalah Peranan Pondok
Pesantren Perguruan Islam Tremas terhadap pelaksanaan dakwa Islam di Kecamatan
Arjosari dilihat dari segi bentuk-bentuk kegiatan dakwah di Kecamatan Arjosari,
kontribusi pondok pesantren terhadap pelaksanaan dakwah di Kecamatan Arjosari
serta faktor-faktor yang menjadi penghambat dan pendukung keterlebatan Pondok
Pesantren Perguruan Islam Tremas dalam pelaksanaan dakwah Islam di kecamatan
Arjosari. Penelitian ini penulis batasi pada masa KH Habib Dimyathi tahun
1985-1994.
B.
LATAR BELAKANG MASALAH
Pondok pesantren sebagaimana yang kita ketahui adalah merupakan lembaga
pendidikan sosial keagamaan yang khas dan asli Indonesia. Lembaga Islam ini
lahir dan berkembang semenjak Islam masuk di Indonesia. Bahkan sebelum agama
Islam datang di Indonesia lembaga seperti ini telah ada. Akan tetapi lembaga
ini merupakan tempat umat Hindu dan Budha mendalami agamanya, sehingga bukan
merupakan lembaga Islam sebagaimana pondok pesantren. Lembaga ini juga hanya
dapat dimasuki oleh orang-orang keturunan bangsawan atau aristokrasi saja.7)
Hal ini sangat berbeda dengan pondok pesantern yangdapat dimasuki oleh siapa
saja tanpa membedakan derajat dankedudukan.
Sebagaimana suatu lembaga keagamaan yang umumnya berbeda di desa,
pondok pesantren mempunyai hubungan yang erat dengan masyarakat desa
sekitarnya, baik hubungan struktural maupun fungsional. Akan tetapi ada pondok
pesantren yang secara struktural bukan
bagian dari masyarakat sekitarnya. Pemisahan hubungan ini bukan berarti
pesahnya hubungan fungsional antara pondok pesantren dengan masyarakat desa.
Sebab pesanten tetap memiliki hubungan fungsional dnegan masyarakt di desa-desa
sekitarnya. Baik dalam bidang pendidikan, kegiatan sosial dan kegiatan di
bidang ekonomi. Menurut Soedjoko Prasodjo, ada tiga macam jasa pondok pesantren
terhadap kehidupan masyarakat yatiu kegiatan tabligh kepada masyarakat yang
dilakukan dalam komplek pondok pesantren, majelis taklim atau pengajian yang
bersifat umum dan bimbingan hikmah berupa nasihat kyai kepada orang-orang yang
datang untuk diberi amalan-amalan apa
yang harus dilakukan supaya mencapai suatu hajat, nasihat-nasihat agama dan
sebagainya.8) Selain kyai dan ustadz, para santripun memiliki
kegiatan di luar pondok pesantren, bahkan dari santri diharapkan dapat memiliki
ilmu keislaman dan pengetahuan lainnya yang kemudian dapat mempraktekkan serta
mengajarkan kepada masyarakat di mana para santri tersebut kembali setelah
menamatkan pelajarannya di pondok pesantren. Dengan demikian hampir semua
komponen pondok pesanteren memiliki kaitan fungsional dengan masyarakat desa.
Demikian juga dengan Pondok Pesantren Perguruan Islam Tremas. Pondok
yang didirikan oleh KH. Abdul manan pada tahun 1830 di desa Tremas ini secara
struktural dan fungsional memiliki hubungand negan masyarakat di Kecamatan
Arjosari. Hubungan ini dapat dilihat dari keikutsertaan pesantren untuk
memajukan taraf kehidupan masyarakat Kecamatan Arjosari dalam berbagai bidang,
yaitu dengan cara mengadakan pengajian sercara rutin, ikut membantu mencerdaskan
umat manusia, berpartisipasi dalam mengelola sumber-sumber produksi yang ada,
mengadkaan usaha Kesehatan Masyarakat dan Santri (UKMS) dan sebagainya.
Kecamatan Arjosari adlaah sebuah kecamatan yang umumnya masyarakatnya
beragama Islam dengan pencaharian sebagai petani, pegawai negeri dan
wiraswasta. Kecamatan ini terdiri dari beberapa desa yang besar maupun kecil
dan ada yang letaknya terpencil sehingga tidak dapat dijangkau oleh kendaraan
umum. Meskipun kecamatan ini agak jauh dari kota, namun telah mengalammi
perkembangan ini agak jauh dari kota, namun telah mengalami perkembangan yang
pesat dan sangat terbuka dengan masuknya berabgai alat komunikasi, media massa
dan terbuka dengan masuknya masyarkaat luar. Dengan demikian aqidahh dan akhlak
merupakan mutiara hidup yangd apat membedakan antara manusia dan bidanatang
sangat terancam tanpa ada kegaitan dakwah yang rutin serta filterarisasi yang
baik dan terarah.
Dari kondisi inilah penulis tertarik untuk meneliti dan membahas
masalah Pondok Pesantren Perguruan Islam Tremas Dalam Dakwah Islam di Kecamatan
Arjosari. Kabupaten Pacitan, karena msalah ini selain sesuai dnegan jurusan
penulis Bimbingan Penerangan Agama Islam yang bertujuan meningkatkan
kesejahteraan ummat, masalah ini juga merupakan sesuatu yang sangat penting
dalam dakwa Islam.
C.
RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang masalah di atas, maka masalah yang penulis rumuskan
adalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana bentuk-bentuk kegiatan dakwa Islam di
Kecamatan Arjosari ?
2.
Sejauh mana kontribusi Pondok Pesantren Perguruan Islam
Tremas terhadap pelaksanaan Islam di Kecamatan Arjosari ?
3.
Faktor-faktor apa saja yang emnjadi penghambat dan
pendukung (penunjang) keterlibatan Pondok Pesantren Perguruan Islam Tremas
pelaksanaan dakwa Islam di Kecamatan Arjosari ?
D.
TUJUAN PENELITIAN
1.
Untuk mendiskripsikan bentuk-bentuk kegiatan dakwa
Islam di Kecamatan Arjosari.
2.
Untuk mengetahui kontribusi Pondok Pesantren Perguruan
Islam Tremas terhadap pelaksanaan dakwah Islam di Kecamatan Arjosari.
3.
Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi penghambat
dan pendukung keterlibatan Pondok Pesantren Perguruan Islam Tremas dalam
pelaksanaan dakwa Islam di Kecamatan Arjosari.
E.
KEGUNAAN PENELITIAN
1.
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai
bahan masukan Pondok Pesantren Perguruan Islam Tremas untuk menyempurnakan
bentuk-bentuk kegiatan dakwa Islam di Kecamatan Arjosari serta meningktkan
peranannya dalam pelaksanaannya.
2.
Untuk menambah ilmu pengetahuan dan mengembangkn
disiplin ilmu dakwah, khususnya dalam bidang peranan atau kontribusi Pondok
Pesantren Perguruan Islam Tremas terhadap pelaksanaa dakwa Islam di Kecamatan
Arjosari.
3.
Untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana
agama dalam ilmu dakwah.
F.
KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIK
1.
Tinjauan Umum Pondok Pesantren
1.1
Pengertian Pondok Pensantren
Dalam buku “Sejarah Pondok Pesantren di Indonesia” diartikan bahwa
pondok pesantren itu adalah :
“Lembaga
pendidikan dan pengajaran agama Islam yang pada umumnya pendidikan dan
pengajaran tersebut diberikan dnegan cara non klasikal (sistem bandonan dan
sorogan) dimana seorang kyai mengajar santri-santri mereka berdasarkan
kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh ulama-ulama besar sejak abad
pertengahan. Sedang para santri biasanya tinggal dalam pondok atau asrama dalam
pesantren tersebut.9).
Sedang Dawam Rahardjo mendefinisikan pondok pesantren itu tidak lain
adalah suatu lembaga keagamaan yang mengajarkan. Mengembangkan dan menyebarkan
ilmu agama Islam.10)
Dengan kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pondok
pesantren itu merupakan lembaga pendidikan agama Islam non formal karena
eksistensinya berada dalam jalur pendidikan dan kemasyarakatan yang memiliki
program pendidikan disusun sendiri dan pada umumnya bebas dengan ketentuan
formal.
Untuk mempermudah memahami pengertian pondok pesantren penulis uraiakn unsur-unsur yang terdapat
dalam lembaga tersebut :
1.1.1
Kyai
Kyai adalah gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada masyarakat ahli
agama Islam yang memiliki atau menjadi pimpinan dalam pesantren dan mengajar
kitab-kitab Islam klasik kepada santrinya.11) Jadi yang dimaksud
dengan kyai disini adalah seorang yang mempunyai keahlian dibidang ilmu
pengetahuan agama Islam dan orang tersebut menjadi pimpinan di sebuah pondok
pesantren.
1.1.2
Pondok
Dalam kamus bahasa Indonesia pondok diartikan sebagai madrasah atau
asrama (tempat mengaji, belajar agama Islam dan lain sebagainya)12).
Maka dapat diartkan bahwa, pondok yang dimaksud disini adalah tempat tinggal
para santri yang berasal dari desa lain (jauh dari pesantren) untuk menuntut
ilmu agama Islam di pesantren.
Sebuah pondok biasanya dibangun sangat sederhana dan berada dalam
lingkungan komplek pesantren dimana kyai bertempat tinggal. Sedang
santri-santri yang berasal dari lingkungan pesantren bertempat tinggal di
rumahnya sendiri-sendiri yang biasanya disebut dengan santri kalong.
Pondok atau asrama para santri merupakan ciri khas tradisi pesantren
yang membedakan dengan sisitem pendidikan madrasah atau pendidikan Islam
lainnya yang sedang berkembang di daerah di negara kita. Mengapa pesantren perlu
menyediakan pondok atau asrama bagi para santri ? Zamakhsyari Dhofier
menyebutkan adanya tiga asalan pesatren menyediakan pondok atau asrama bagi
para santri :
“Pertama,
kemasyhuran seorang kyai dan kedalaman pengetahuannya tentang Islam adalah
menarik satnri-santri dari jauh. Untuk dapat mengambil ilmu dari kya tersebut
secara teratur dan dalam waktu yang lama. Para santri yang berasal dari jauh
harus meninggalkan kampung halamannya dan menetap di dekat kediaman kyai.
Kedua, hampir semua pesantren berada di desa dimana tidak tersedia perumahan
(akomodasi) yang cukup uuntuk menampung para santri, dengan demikian perlulah
adanya suatu asrama khusus bagi para santri. Ketiga, ada sikap timbal balik
antara kyai dengan santri, dimana para satnri menganggap kyai seolah-olah
sebagai bapaknya sendiri, sedangkan kyainya menganggap para santri sebagai
titipan Tuhan yang harus senantiasa dilindungi”.13)
Jadi dengan adanya pondok Pesantren mempermudah kya dalam mengawasi
para santri secara mutlak dan para santir yang berasal dari desa lain serta
baru pertama kali meninggalkan kampung halamannya untuk belajar di pesantren
tidak mengalami kesukaran dalam memperoleh tempat tinggal.
1.1.3
Masjid
Masjid adalah tempat yang
paling tepat untuk mendidik para santri, terutama dalam melaksanakan sholat
lima waktu, sholat jum’at. Pengajaran kitab-kitab maupun ceramah=ceramah yang
diadakan oleh pesantren. Sejak zaman Nabi Muhammad SAW, masjid selain merupakan
tempat ibadah sholat juga menjadi pusat pendidikan, pertemuan, aktivitas administrasi
dan lain sebagainya.
Lembaga-lembaga pesantren di
jawa khususnya memelihara terus tradisi ini. Para kyai selalu mengajar
santri-santrinya di masjid dan menganggap bahwa masjid merupakan tempat yang
paling tepat untuk menanamkan kedisiplinan para santri dalam mengajarkan sholat
lima waktu. Memperoleh pengetahuan agama dan kewajiban agama lainnya.14)
Akan tetapi tradisi ini sudah mengalami perkembangan, tidak semua pendidikan
yang diberikan kepada para santri bertempat di masjid, sekarnag sudah ada ruang
khusus untu mendidik para santri.
1.1.4
Santri
Santri adalah orang yang
mendalami atau menuntut ilmu agam Islam dan ilmu pengetahuan lainnya dari
seorang kyai atau ulama-ulama di pesantren dan baisanya mereka bertempat
dinggal di pondok atau asrama. Menurut tradisi pesantren, santri dibagi menadi
dua kelompok, yaitu santri mukmin dan santri kalong. Santri mukmin adalah
santri-santri yang berasal dari (desa) yang jauh dan menetap di komplek
pesantren atau asrama. Sedang santri kalong adalah santri-santri yang berasal
dari desa disekeliling pesantren dan biasanya mereka tidak bertempat tinggal di
asrama (pondok).15)
1.1.5
Pengajian
Kitab-kitab Klasik
Yang dimaksud dengan kitab
klasik adalah kitab-kitab yang dikarang oleh ulama-ulama Salaf dan ditulis
dalam bahasa Arab. Di Indonesia biasa disebut dengan kita kuning.
Pada masa lalu pengajaran
kitab-kitab klasik tertuama karangan-karangan ulama yang menganut faham
Syafi’iyyah. Kitab-kitab klasik ini merupakan satu-satunya pengajaran formal
yang diberikan dalam lingkuang pesantren. Dengan tujuan utamanya adalah untuk
mendidik calon-calon ulama. Kitab-kitab klasik
yang biasanya diajarkan di pondok pesantren dapat digolongkan mejadi
delapan kelompok, yaitu : 1. Nahwu (Sintaksis) dan Sorof (morfologi), 2. Fiqih,
3. Ushul Figh, 4. Hadits, 5. Tauhid, 6. Tafsir, 7. Tasauf dan etika, 8.
Cabang-cabang lainnya, diantaranya Tarikhj dan Balaghoh.16)
1.2 Fungsi Pondok Pesantren
Telah kita ketahui bahwa
pondok pesantren itu merupakan lembaga sosial keagamaan dan lembaga pendidikan
tradisional di Indoensia. Lembaga ini telah berakar di tengah-tengah masyarakat
serta telah tersebar luas sampai ke pelosok pedesaan. Hal ini dapat dilihat
pada fungsinya yang selain mendidik atau membina para santri, pondok pesantren
juga berfungsi dalam masyarakat. Adapun fungsinya dapat dibagi menjadi dua,
yaitu :
1.2.1
Fungsi
utama, adalah memberikan pendidikan agama Islam kepada santri, terutama dalam
hal mendalami faham dan ilmu alat, seperti ilmu Fiqih. Ushul Figh, Hadits,
Nahwu Sorof dan lain sebagainya.17)
1.2.2
Memberikan
pendidikan agama Islam kepada para santri dan mengusahakan agar para santri
dapat memahami, menguasai serta mengamalkan ajaran-ajaran Islam sebagai sumber
ajaran dan movitasi pembangunan di segala bidang kehidupan dalam masyarakat
yang meliputi ajaran Islam dalam rangka pembentukan dan pembangunan
kemasyrakatan sejahtera yang adil dan makmur serta diridloi Allah SWT dan
memberi landasan mental spiritual sebagai basis movitasi keagamaan dalam bidang
keilmuan dan sektor-sektor pembangunan sehingga betul-betul bisa membangun pola
berkarya setiap muslim.18)
1.3 Tujuan Umum Pondok Pesantren
Tujuan pondok pesantren
secara luas adalah membina kepribadian para santri agar menjadi seorang muslim
yang menagmalkan ajaran-ajaran Islam serta menanamkan rasa keagamaan pada semua
segi kehidupannya serta menjadikan santri sebagai mansuia yang berguna bagi
agama, masyarakat, bangsa dan negara. Sedangkan tujuan institusional pondok
pesantren dapat bersifat umum dan khusus.
1.3.1
Tujuan
Umum
“Membina warga negara agar berkepribadian muslim
sesuai dengan ajaran-ajaran Islam dan menanamkan rasa keagamaan tersebut pada
semua segi kehidupannya serta menjadikan sebagai seorang yang berguna bagi
agama, masyarakat dan negara”.
1.3.2
Tujuan
Khusus
1.3.2.1 Mendidik siswa atau santri serta
masyarakat unutk menjadi seorang muslim yang bertaqwa keapda Allah SWT,
berakhlak mulia, memiliki kecerdasan, ketrampilan dan sehat lahir batin sebagai
warga negara yang berpancasila.
1.3.2.2 Mendidik siswa atau santri untuk menjadi
manusia muslim selaku kader-kader ulama dan muballigh berjiwa ikhlas, tabah,
tangguh, wiraswasta dalam mengamalkan syri’at Islam secara utuh dan dinamis.
1.3.2.3 Mendidik siswa atau santri untuk
memperoleh kepribadian dan mempertebal semangant kebangsaan agar dapat
menumbuhkan manusia-manusia pembangunan dirinya dan bertanggung jawab kepada
pembangunan bangsa dan negara.
1.3.2.4 Mendidik tenaga-tenaga penyuluh
pembangunan keluarga dan tegional (pedesaan/masyarakat lingkungan).
1.3.2.5 Mendidik siswa atau santri agar menjadi
tenaga-tenaga yang cukup dalam berbagi sektor pembangunan, khususnya
pembangunan mental spiritual.
1.3.2.6 Mendidik siswa atau santri untuk membantu
meningkatkan kesejahtreaan kemasyarakatan lingkungan dalam rangka usaha
pembangunan masyarakat bangsanya.19)
Dari beberapa tujuan pondok
pesantren yang disebut di atas penulis dapat menyimpulkan bawha tujuan yang
ingin dicapai oleh lembaga ini selain mendidik para santri sagar menjadi
manusia yang berkepribadian muslim, berguna bagi agama, masyarakat, bangsa dan
negara, pondok pesantren juga mempunyai tujuan menjadikan anggota masyarakat
lingkungannya untuk menjadi manusia yang bertaqwa kepada Allah SWT, berakhlak
mulia dan bertingkah laku sesuai dengan ajaran agama Islam. Maka dari itu
peranan pondok pesantren dalam dakwah Islam harus selalu ditingkatkan sesuai dengan
apa yang dibutuhkan oleh masyarakat dan lingkungannya.
1.4 Potensi Pondok Pesantren
Melalui sejarahnya yang
panjang pondok pesantren sebagai lemabaga pendidikan tradisional dan lembaga
sosial keagamaan mendukung nilai-nilai ajaran Islam dan telah berhasil menarik
perhatian masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan yang penduduknya sebagian
besar adalah masyarakat-masyarakat agraris. Sebab selain pondok pesantren
banyak yang menempati wilayah pedesaan, masyarakat pedesaanpun sangat
membutuhkan pendidikan dan nilai keagamaan untuk mempertahankan kedamaian serta
meningkatkan perekonomiannya. Hal ini sesuai dengan potensi pondok pesantren
yang dimilikinya, yaitu :
1.4.1
Sebagai
Lembaga Pendidikan Keagamaan
Sebagai lembaga pendidikan
tradisional pesantren bertanggung jawab terhadap proses pencerdasan bangsa
secara keseluruhan. Sedangkan secara khusus pesantren bertanggung jawab akan
kelangsungan tradisi keagamaan (Islam) dalam arti yang seluas-luasnya. Dari
titik padnangan ini pesantren berangkat secara kelembagaan maupun inspiratif
memiliki modal yang dirasakan mendukung secara penuh tujuan dan hakekat
pendidikan manusia. Yaitu membentuk manusia yang sejati punya kwalitas moral
dan intelektual.20)
Pada dasarnya pendidikan di
pesantren mengutamakan aspek keagamaan dengan metode klasiknya, yaitu
mengunakan modal pendidikan dengan sistem bandongan dan sorogan serta
menggunakan kitab-kitab klasik sebagai materi pendidikan. Kitab klasik tersebut
dibagi dan diklasifikasikan dalam bentuk kurikulum dengan anotasi menurut tingkat
kemampuan santri di kelas masing-masing.
Lebih dari semua itu
pesantren merupakan lembaga pendidikan yang mempunyai khasanah intelektual yang
tinggi. Karena model-model pendidikannya dilakukan tidak terikat oleh waktu.
Para santri bebas belaajr menurut fak dan materi yang disukai sesuai dengan kemampuannya.
Sedangkan kitab-kitab yang digunakan sebagai bahan kajian tidak aklah
dibandingkan dnegan perguruan tinggi agama. Hal ini dapat kita lihat dair
kenyataan bahwa ulama-ulama besar di Indonesia semuanya mengenyam pendidikan di
Pondok pesantren.
1.4.2
Potensi
Dakwah
Sebagai lembaga amar makruf
nahi munkar pesantren memiliki tugas yang cukup serius, apa yang kemduian bisa
dilakukan pesantren secara institusional berfungsi sebagai institusi dakwah.
Dakwah secara kelembagaan yang dilakukan pondok pesantren, disamping secara
fungsional (melalui fungsi pendidikan dan kultural), yang lebih penitng juga
dakwah secara aktual (billisanil haal) dnegan telribat langsung obyek dakwah
melalui kegiatannya yang bersifat sosial ekonomi.
Jadi tugas pondok pesantren
tidak hanya mendidik para santri tetapi juga mempunyai kewajiban menyebarkan
ajaran agama Islam kepada masyarakat yang biasa disebut dengan dakwa, baik
dakwa billisanil haal maupun billisanil maqool. Dan keberhasilannya telah
dirasakan oleh masyarakat.
1.4.3
Potensi
Kemasyarakatan
Pondok pesantren memiliki
potensi kemasyarakatan karena kehadirannya di tengah-tengah masyarakat sangat dibutuhkan,
khususnya masyarakat bawah. Potensi tersebut selain menjadi peluang strategi
pembanguanna masyarakat desa juga akan memperkokoh lembaga pesantren itu
sebagai lembaga kemasyarakatan. Dan memang demikianlah kenyataan yang sedang
berlangsung, bahwa secara moril pesantren adalah memiliki masyarakat luas,
sekaligus sebagai anutan berbagai keputusan sosial, politik, agama dan etika.21)
Hal ini dapat dilihat dari pola kebutuhannya, hampir setiap pesantren
menunjukkan gejala kemampuan melakukan perubahan total. Bermula dari inti
sebuah surau guna keperluan ibadat dan pengajian, kemudian pesantren berkembang
menjadi sebuah lembaga masyarakat yang memainkan peranan dominana dalam
pembentukan tata nilai bersama yang berlaku bagi kedua belah pihak serta mampu
merubah pola kehidupan masyarakat di sekitarnya.
2. Tujuan Umum Dakwa Islam
2.1 Pengertian Dakwah
Untuk memahami arti dakwah
maka penulis jelaskan arti dan pengertiannya dair segi bahasa dan istilah.
Dari segi bahasa, kata
dakwah ( ) yang berarti panggilan, seruan dan ajakan
merupakan bentuk masdar dari kata kerja da-aa yad uu ( )
mempunyai arti memanggil, menyeru atau mengajak.22)
Dakwah dengan artian di atas
dapat kita lihat pada ayat-ayat
Al Qur’an, diantaranya :
Artinya : Kemudian apabila Dia memanggilmu sekali
panggilan dari bumi, seketika itu juga kamu keluar (dari kubur).23)
Pada ayat ini kata ( ) mempunyai arti panggilan yaitu panggilan Allah SWT bagi orang-orang yang
sudah meninggal.
Artinya : Allah menyeru manusia ke Darrussalam
(syurga).24)
Dalam ayat ini kata dakwa ( ) mempunyai
arti menyeru, yakni seruan Allah SWT kepada umat-Nya agar mencari jalan untuk
masuk syurga.
Artinya : Mereka orang-orang musyrik mengajak kamu ke
neraka, sedangkan Allah SWT mengajak kamu ke syurga dan ampunan dengan
idzin-Nya.25)
Kata dakwah ( ) dalam ayat ini mempunyai arti ajakan, yaitu
ajakan Allah SWT untuk masuk syurga dan ajakan orang-orang musrik untuk masuk
neraka.
Dengan arti kata dakwah
diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian dakwa itu dapat dibedakan menadi dua
macam, pertama dakwai ila Allah yang selalu ditentukan serta menjadi tugas atau
kewajiban pokok seorang muslim. Sedang yang kedua adalah dakwah ila annar atau
ajakan masuk neraka yang merupakan pekerjaan orang-orang musyrik.
Dari segi istilah, banyak
para ahli berpendapat tentang definisi dakwa Islam, diantara pendapat itu
antara lain :
-
Menurut
Amrullah Achmad
“Dakwah Islam merupakan aktualisasi imani
(teologi) yang dimanifestaikan dalam suatu sistem kegiatan masnuai berimand
alam bidang kemasyarakatan yang dilaksanakan secara teratur untuk mempengaruhi
cara merasa, berfikir, bersikap dan bertindak manusia pada dataran kenyataan
individual dan sosial kultural dalam rangka mebusahakan terwujudnya ajaran
Islam dalam semua segi kehidupan dengan menggunakan cara tertentu.26)
-
Menurut
Jendral Haris Nasution
“Dakwah bukan hanya menyeru saja tetapi juga
memelopori, meneladani dan mengawasi pelaksanaan seruan itu. Kewajiban
membimbing ummat untuk beriman dan beribadah yang berhubungan dengan
kemasyarakatan serta untuk dapat langsung menegakkan hukum dari sumber aslinya,
yakni Al-Qur’an dan Al-Hadits.27)
-
Menurut
Rumusan Masyarakat Kerja Nasional ke I Pendidikan Tinggi Dakwah Islam (PTDI) di
Jakarta bulan Mei 1986.
“Dakwah berarti mengajak atau menyeru utnuk
melakukan kebajikan dan mecegah kemungkaran, merubaha ummat dair satu situasi
keapda situasi lain yang lebih baik dalam segala bidang, merealisasikan ajaran
Islam dalam kehidupan sehari-hari bagi seorang pribadi. Keluarga kelompok atau
massa serta bagi kehidupan masyarakat sebagai keseluruhan tata hidup bersama
dalam rangka pembangunan bangsa dan ummat manusia.28)
-
Menurut
Masdar Helmy
“Dakwah Islam berarti mengajar dan menggerakkan
manusia agark mentaati ajaran-ajaran Allah (Islam), termasuk melakukan amar
makruf dan nahi mungkar untuk bisa memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat”.29)
-
Menurut
Nasarudi Latif
“Dakwah adalah setiap usaha atau aktifitas dengan
lisan atau tulisan dan lainnya, yang bersifat menyeru, mengajar, memanggil
manusia lainnya untuk beriman dan mentaati Allah SWT sesuai dnegan garis-garis
aqidah dan syari’at serta akhlak Islamiyah”.30)
Dari definisi tersebut meskipun
terdapat perbedaan dalam perumsuan antara satu dengan yang lain, namun dapat
disimpulkan bahwa yang dinamakan dakwa Islam adalah suatu usaha atau aktivitas
yang dilakukan dengan sadar, sengaja dan berencana dalam melaksanakan amar
makruf dan nahi mungkar dengan berbagai macam cara agar manusia mentaati
ajaran-ajaran Allah SWT serta mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
2.2 Dasar Hukum Berdakwah
Islam adalah agama dakwa
yang mewajibkan seluruh umatnya untuk menyampaikan dan menyebarkan
ajaran-ajaran agama Islam kepada seluruh umat manusia, perintah wajib ini
terdapat pada firman Allah dan hatits nabi, diantaranya :
Artinya : Dan hendaklah ada diantara kamu sebagian umat
yang menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar dan merekalah
orang-orang yang beriman.31)
Para ahli dalam
menerjemahkan dalam ayat di atas ada dua pendapat. Pertama,bermaknayang berarti setiap muslim wajib
melaksanakannya sesuai dengan kemampuannya masing-masing (fardlu ‘ain). Keduabermaknaatau yang berarti apabila sudah ada sebagian umat
Islam yang berdakwah, baik secara individu atau kelompok, maka umat Islam
lainnya bila tidak berdakwah tidak berdosa (fardlu kifayah).
Sekalipun ada perbedaan para
ahli tentang hukum berdakwah barangkali pendapat Amin Ahsan Islahi ini dapat
kita pegangi bersama, bahwa pada dasarnya wajib berdakwah itu fardlu’ain. Namun
bia ada organisasi atau lembaga terpercaya yang mengorganisasi kegiatan dakwa
secara efisiaen maka ekwajiban dakwah tersbeut dapat dilankakan dengan cara
mendukung organisasi atau lembaga dakwah dengan berbagai bentuk dukungan.
Tetapi bila organisasi semacam itu tidak ada dalam kelompok masyarakat, maka
kewajiban berdakwah kembali kepada asalnya yaitu fardlu ‘ain. Dnegan model
pendekatan ini setiap muslim dituntut untuk dapat memanifestasikan diri sebagai
bagian dari warga khoiru umatin dengan cara turut memberi kontribusi terhadap
dinamisasi arus dakwah yang terus bergerak itu.32)
Dalam hadits nabi juga
disebutkan, diantaranya :
Artinya : Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat. (HR.
Bukhori)33)
Artinya : Haruskah kamu mengajurkan kebaikan dan
mencegah yang mungkar dan kalau tidak begitu, pasti Allah akan memenangkan atas
kamu akan kejahatan kamu, lalu kamu berdoa untuk kebaikan, maka tidaklah
diterima doa mereka itu. (HR. Al Bizar).34)
2.3 Tujuan
Dakwah Islam
Segala sesuatu yang
merupakan usaha atua aktivitas tentu mempunyai tujuan yang ingin dicapainya.
Begitu juga dengan kegiatan dakwa Islam. Apabila melakukan kegiatan dakwa Islam
tanpa adanya tujuan yang telah dirumuskan terlebih dahulu dengan jelas dan
konkrit hasilnya kaan mengambang-ambang dan sia-sia belaka. Akrena itu tujuan
dakwah Islam sangat penting untuk dirumuskan agar usaha atau kegiatan tersebut
dapat berhasil dengan apa yang akan dicapainya.
Ada tujuan dakwah Islam
secara umum telah disinggung di bagian definisi dakwah dan dalam firman Allah
SWT sebagaimana yang telah diuraikan di atas. Tujuan umum dakwah Islam adalah
mengajak ummat manusia (meliputi orang mukmin maupun orang kafir atau musyrik)
kepada jalan yang benar dan diriloi Allah SWT agar dapat hidup bahagia dan
sejahtera di dunia dan di akhirat.
Tujuan ini masih bersifat
ijmali (global). Agar tujuan ini jelas dan konkrit serta dapat diukur berhasil
dan tidaknya maka tujuan dakwah harus dilihat dari dua segi obyek dan materi.
Masyhur Amin menguraikan kedua istilah ini sebagia berikut :
2.3.1 Tujuan Dari Segi Obyek
-
Tujuan
untuk perorangan, yaitu terbentuknya pribadi muslim yang mempunyai ajaran yang
kuat, berperilaku sesuai dengan hukum yang disyari’atkan oleh Allah SWT dan
berakhlakul karimah.
-
Tujuan
untuk keluarga, yaitu terbentuknya keluarga bahagia, penuh ketentraman dan
cinta kasih antara anggota keluarga.
-
Tujuan
untuk masyarakat, yiatu terbentuknya masyarakat sejahtera yang penuh dengan
suasana keislaman.
-
Tujuan
untuk manusia seluruh alam, yaitu terbentuknya dunia yang penuh dengan
kedamaian dan ketenangan dengan tegaknya keadilan, persamaan hak dan kewajiban,
tidak adanya diskriminasi dan eksploitasi, saling tolong menolong dan hormat
menghormati.
2.3.2 Tujuan Dari Segi Materi
-
Tujuan
aqidah, yaitu tertanamnya suatu aqidah yang mantap disetiap hati seseorang,
sehingga keyakinan tentang ajaran-ajaran Islam tidak lagi dicampuri dengan rasa
keraguan. Realisasi dari tujuan ini adalah bagi orang yang belum beriman
menjadi beriman, bagi orang yang imannya masih ikut-ikutan menjadi orang
beriman karena melalui bukti-bukti dalil naqli dan aqli dan seterusnya.
-
Tujuan
Hukum, yiatu kepatuhan seseorang terhadap hukum-hukum yang telah disyari’atkan
oleh Allah SWT. Realisasinya orang yang belum melakukan ibadah dan hukum-hukum
lainnya akan melaksanakan dan mematuhi hukum-hukum yang ditetapkan oleh Allah
SWT.
-
Tujuan
akhlak, yiatu terbentuknya pribadi muslim yang berbudi luhur, dihiasi dengan
sifat-sifat yang terpuji dan bersih dari sifat-sifat yang tercela. Realisasi
dari tujuan ini dapta dilhat dari lima faktor, yaitu :
a. Hubungan dengan Tuhan, misalnya menjadikan
dirinya seorang hamba Allah yang setia dan tulus, tidak menghambakan dirinya
pada hawa nafsu atau kepada selain Allah.
b. Hubungan dia dengan dirinya, yaitu
terhiasinya dirinya dengan sifat-sifat yang baik dan terpuji.
c. Hubungan dia sesama manusia, yaitu saling
tolong menolong dan hormat menghormati dan memelihara kedamaian bersama.
d. Hubungan dia sesama muslim, yaitu mencitai
seseorang muslim seperti mencintai dirinya sendiri.
e. Hubungan dia dengan alam, yaitu dengan
memelihara kelestarian alam semesta dan mempergunakannya untuk kepentingan umat
manusia dan sebagai kebaktian kepada Allah SWT.36)
2.4 Materi Dakwa Islam
Pada dasarnya yang menjadi
materi dakwah adalah ajaran-ajaran Islam yang meliputi segala bidang, bersumber
dari Al-Qur’an, Al-Hadits, Ijma dan Qiyas. Dalam bukunya Asmuni Syukir “Dasar-dasar
Strategi Dakwah Islam” diuraikan secara global bahwa yang menjadi materi dakwah
dapat diklasifikasikan menjadi tiga hal pokok, yaitu :
2.4.1
Keimanan (Aqidah)
Aqidah dalam Islam adlaah
bersifat i’tiqad batiniyah yang mencakup masalah-masalah yang erat hubungannya
dengan rukun iman atau yang berkaitan dengan keimanan. Di bidang aqidah ini
yang menjadi materi dakwah bukan hanya masalah-masalah yang wajib di imani saja
akan tetapimeliputi masalah-masalah yang dilarang untuk mengimaninya. Misalnya
menyekutukan Allah SWT dan lain sebagainya.
2.4.2 Syari’ah
Syariah dalam Islam
berhubungan erat dengan amal lahir (nyata) dalam rangka mentaati semua
peraturan atau hukum Allah guna mengatur hubungan natara manusia dengan
Tuhannya dan manusia dengan manusia. Jadi masalah syari’ah ini bukan hanya
terbatas pada ibadah kepada Allah saja. Namun juga mencakup masalah-masalah
yang berkaitan dengan pergaulan hidup manusia. Seperti hukum jual beli, utang
piutang, bertetangga dan amal-amal sholeh lainnya. Demikian juga larangan
Allah, seperti berzina, mencuri dan sebagainya.
2.4.3 Budi
Pekerti (akhlakul karimah)
Masalah akhlak dalam dakwah
Islam merupakan pelengkap dari masalah keimanan dan keislaman seseorang.
Meskipun hanya sebagai pelengkap bukan berarti tidak penting, akhlak adalah
penyempurnaan keimanan dan keislaman. Rosulullah pernah bersabda :
Artinya : Aku (Muhammad) diutus oleh Allah di dunia ini
hanyalah utnuk menyempurnaan akhlak. (HR. Ahmad dan Baihagy).37)
2.5 Metode
Dakwa Islam
Metode dakwa Islam di sini
adalah suatu cara untuk menyampaikan ajaran-ajaran Islam (materi dakwah) kepada
obyek. Adapun metodenya antara lain :
1. Metode Mawizhah Hasanah
Metode maqizhah hasanah ini
berupa tutur kata, pengajaran dan pendidikan serta nasehat yang baik. Jadi berdakwah
dengan cara memberi nasehat, pendidik dan pengajaran kepada orang lain dengan
bahasa yang baik yang dapat menggugah hatinya hseingga si pendengar datang
menerima apa yang dieberikan atau dinasehatkan.38)
Berdakwah dengan cara
mawizhah hasanah dapat berupa kunjungan keluarga, sarasehan atau kursus,
pengajian dan lain sebagainya.
2. Metode Mujadallah
Metode mujadallah adalah
suatu cara berdakwah yang berupa tukar pikiran antara dua orang atau lebih
tentang suatu masalah tertentu (misalnya masalah aqidah) dengan cara yang
sebaik-baiknya. Bertukar pikiran disini bukanlah bertujuan untuk mencari
kemenangan atau ketenaran pribadi tetapi lebih ditujukan kepada kebenaran
sejati. Maka si da’i atau pelaksana dakwah harus menegtahui dan memahami
situasi dan kondisi serta kemampuan orang yang diajak tukar pikiran atau obyek
dakwah, tanpa menunjukkan rasa sombong dan sewenang-wenang. Metode ini dapat
berupa dialog, diskusi, seminar dan lain sebagainya.
Kedua metode dakwah diatas
didasarkan pada firman Allah yang berbunyi :
Artinya : Serulah (manusia) keapda jalan Tuhanmu dengan
hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang mengetahui tentang siapa yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk.39)
2.6
Bentuk-bentuk Dakwa
Di dalam bentuk agama Islam
terdapat dua macam bentuk kegiatan dakwah yang saling menunjang untuk mencapai
tujuan kegiatan dakwah, yaitu :
2.6.1
Bentuk
Dakwah Billisanil Maqool
Bentuk dakwah billisanil
maqool adalah bentuk dakwa yang mengikuti sifat dan prosedur potensi lisan
dalam melaksanakan kegiatan dakwah. Bentuk dakwah ini mengutamakan kelancaran
bahasa, kemampuan menata pikiran yang akan disampaikan, keluasan ilmu
pengetahuan, kematangan sikap serta keluasan akal. Bentuk dakwah billisanil
maqool ada beberapa macam, antara lain :
2.6.1.1 Taklim dan Tarbiyah
Yang dimaksud dengan taklim
atau pengajaran adlaah mengajar atua memberi pelajaran berdasarkan kepada
pengetahuan dan penyelidikan.40) Sedangkan tarbiyah atau pendidikan
adalah pendidikan manusia agar dengan pengetahuan dan penyeldidikanyang telah
diajarkan itu benar-benar mereka menjadi sadar akan hakekat aqidah dan
syari’ah.41)
Taklim dan tarbiyah ini
dapat melalui pendidikan forma, non formal dan informal, yaitu dengan
memberikan pengajaran dan pendidikan ajaran-ajaran Islam agar obyek dakwah
mempunyai pengetahuan tentang ajaran-ajaran Islam dan mau mengamalkannya
sehingga dalam dirinya terbentuk pribadi muslim yang sejati.
2.6.1.2 Pengajian
Bentuk dakwah semacam
pengajidan dapat dilaksankan secara rutin atau berkala. Baik di masjid, kantor,
rumah dpenduduk dan lain sebanainya. Dakwah dalam bentuk pengajian sangat
bermanfaat bagi umat Islam. Sebaba masyarkaat yang telah beragama Islam perlu
mendapatkan pembinaan secara terus menerus untuk menumbuhkan dan meningkatkan
kesadaran beragama dan rasa keislamannya. Mengisi kepribadiannya dengan
akhlakul karimah dan berpandangan hidup secara Islami serta meningkatkan
kwalitas keislamannya. Adapun caranya dapat menggunakan nada dakwah yang
bersifat tazkir dan tanbih, tarhib dan inzar, qashas dari riwayat serta amar
dan nahi.
Dalam pengajian ini
sebaiknya materi dakwah yang disampaikan tidak terbatas hanya pada masalah
aqidah, ibadah dan akhlak dalam arti yang sempit, akan tetapi masalah-masalah
yang aktual menyangkut lingkungan hidup atau kemasyarakatan perlu mendapatkan
tempat dalam pengajian. Misalnya masalah kesehatan ,kebersihan, keamanan, hidup
bertetangga dan lain sebagainya.
2.6.1.3 Peringatan Hari-hari Besars Islam (PHBI)
Memperingati hari-hari besar
Islam merupakan bentuk dakwah Islam juga. Sebab sudah menjadi tradisi ummat
Islam di Indonesia, setiap hari besarnya secara seksama mengadakan sautu
peringatan, yakni dnegan mengadkan upacara-upacara yang diisi dengan ceramah
keagamaan serta kegiatan-kegiatan lainmnya yang bersifat Islami. Misalnya lomba
pidato, baca tulis Al-Qur’an, cerdas cermat masalah pengetahuan agama Islam dan
lain sebagainya.
Kebaikan hari-hari besar
Islam dijadikan bentuk dakwah adalah dengan merayakan hari besarnya, umat Islam
dapat menunjukkan kebesaran agamanya. Dan para muballigh atau da’i dapat
memanfaatkan tradisi masyarkat yang baik ini sebagai lahan dakwahnya.
2.6.2
Bentuk
Dakwah Billisanil Haal
Bentuk dakwah billisanil
haal adalah dakwah yang menekankan usaha dan kegiatannya pada perbuatan atau
karya nyata dnegan upaya mengajak manusia secara individu atau kelompok untuk
mengembangkan diri dan masyarakat dalam rangka mewujudkan tatanana sosial
ekonomi dan kebutuhan-kebutuhan yang lebih baik meurut tuntunan Islam. Jadi
dakwah billisanil haal menaruh perhatian yang lebih besar terhadap
masalah-masalah kemasyarakatan. Seperti kemiskinan, kebodohan, keterbelakngana
dan lain sebagainya dengan bentuk amal nyata. Maka wujudnya antara lain,
uswatun hasanah, bantuan sosial, menyantuni anak yatim dan fakir miskin serta
lain sebagainya.
G. METODE PENELITIAN
1. Populasi dan Sampel
1.1 Populasi
Di dalam penelitian ini yang
menjadi populasi adalah kegiatan dakwa Islam di Kecamatan Arjosari Kabupaten
Pacitan. Sehubungan permasalahan yang diteliti yaitu emngenai peranan Pondok
Pesantren Perguruan Islam Tremas terhadap pelaksanaan dakwah Islam di Kecamatan
Arjosari, maka yang menjadi sub populasi penelitian disini adalah :
1. Masyarakat kecamatan Arjosari sebagai
obyek dakwa.
2. Para da’i atau pelaksanaan dakwah Islam di
Kecamatan Arjosari, Kabupaten Pacitan.
3. Ponok Pensatren Perguruan Islam Tremas.
1.2 Sampel
Dari populasi yang ada, maka
penulis mengambil sebagian untuk dijadikan sampel dalam penelitian guna
mendapatkan dan menumplkan data yang dibutuhkan. Adpaun tehnik engambilannya
adalah sebagia berikut :
1.2.1
Sampling
Wilayah
Dalam sampling wilayah
penulis menggunakan tehnik porposive sampling, yaitu dnegan cara mengambil
empat desa tau wilayah utnuk emwakili semua wilayah di Kecamatan Arjosari.
Adpaun desa yang dijadiakn sampel adalah Desa Tremas di mana Pondok pesanteren
Perguruan Islam Tremas berada. Desa Sedayyu sebagai desa yang letaknya paling
dekat dengan pondok pesantren. Desa Mlati sebagai desa yang letaknya agak jauh
dari pondok pesantren dan Desa Jetis Kidul yang letaknya sangat jauh dari
pondok pesantren. Tehnik pengambilan sampel untuk menentukan satu desa dari
beberapa deas yang termasuk katagori paling dekat, agak dekat dan yang jauh
adalah dengan tehnik random sampling.
1.2.2
Sampling
Responden
Dalam penelitian ini pengambilan
sampel untuk responden mengguunakan dua macam tehnik sampling. Pertama
masyarakat KecamatanArjosarsi s9ebagai obyek dakawah) dan para pelaksana dakwah
Islam atau da’i penulis menggunakan tehnik porposive sampling. Kedua utnuk
pengurus pondok pesantren menggunakan tehnik stratified sampling.
Sampel responden untuk
masyarakat di Kecamatan Arjosari sebagai obyek dakwah penulis mengambil 120
orang, jadi tiap desa penulis 30 orang untuk smpel, yang terdiri dari desa
Tremas 30 orang, desa Sedayo 30 orang, desa Mlati 30 orang dan desa Jetis Kidul
30 orang. Sedangkan para da’i atau pelaksana dakwah di Kecamatan Arjosari yang
penulis jadiakn sampel 8 orang, yang diambil dari empat desa, yaitu desa Tremas
2 orang, desa Sedayu 2 orang, desa Mlati 2 orang dan desa Jetis Kidul 2 orang.
Sampel dari pengurus pondok pesantren diambil 15 orang yang terdiri dari
unsur-unsur pimpinan pondok, ustadz dan santri.
2. Metode Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data yang
dibutuhkan dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa metode, yaitu :
2.1 Interview atau Wawancara
Dalam metode ini penulis
mengadakan wawancara langsung dengan informasi. Tehniknya menggunakan wawancara
bebas terpimpin (resmi struktur), yaitu dengan menanyakan serentetan pertanyaan
yang terstruktur kemudian pertanyaan-pertanyaan tersbuet satu persatu
diperdalam dalam mengorek keterangan lebih lanjut agar mendapatkan data yang
falid tidak menyimpang dari permasalahan.
Mode wawancara ini penulis
gunakan untuk para da’i atau pelaksana dakwah dan responden dari unsur Pondok
Pesantren Perguruan Islam Tremas.
2.2
Kuesioner atau Angket
Data yang penulis butuhkan
dengan metode ini adalah data yang telah tersedia, baik berupa majalah
arsip-arsip dan lain sebagainya untuk mengetahui persoalan-persoalan apa, kapan
dan dimana suatu peristiwa itu terjadi.
2.4
Observasi atau Pengamatan
Penulis mengadakan pengamatan
langsung terhadap pelaksanaan dakwa Islam di Kecamatan Arjosari untuk
mengetahui bagaimana bentuk-bentuk kegiatan dakwah dan sumbangan yang diberikan
Pondok Pesantren Perguruan Islam Tremas terhadap pelaksanaan dakwah di
Kecamatan Arjosari. Metode ini unutk melenkgapi dan memperkuat data-data yang
diperoleh dari metode wawancara, kuesioner dan dokumentasi.
3. Tehnik Analisa Data
Penelitian ini menggunakan
analisis deskriptif kualitatif. Adapun cara atau tekhniknya untuk menganalisa
data adalah sebagai berikut. Pertama data yang telah terkumpul dari hasil
wawancara, observasi, kuesioner dan dokumentasi perlu diseleksi atau diteliti,
apakah data itu perlu dipakai atua tidak. Langkh ke dua adlaha mebgadakan
reduksi data yang dilakukan dengan jalan membuat abstraksi, yaitu usaha untuk
membuat rangkuman yang inti, proses dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga
ehingga tetap berada di dalamnya. Lankah ke tiga adalah menyusun dalam
satuan-satuan yang kemudian satuan-satuan tersebut diklasifikasikan menurut
katagorinya yang telah dibuat sebelumnya. Setelah langkah ini selesai perlu pemeriksaan
keabsahan data lagi dan yang terakhir menafsirkanny akemudian dijelaskan menurut
apa adanya secara obyektif, dan digunakan sebagai dasar untuk menarik
kesimpulan terhadap masalah yang diteliti.
BILIOGRAFI
Ahmad Warson Munawar, Kamus Arab
Indonesia, Yogyakarta: Pondok Pesantren Al Munawwir. 1994.
A. Hasjmi. Dustur Dakwah Menurut
Al-Qur’an, Jakarta: Bulan Bintang, 1974.
A. H. Hasanuddin, Rethorika Dakwah dan
Publisistik Dalam Kepemimpinan, Surabaya: Usaha Nasional, 1982.
Amrullah Achmad (ed), Dakwah Islam dan
Perubahan Sosial, Yogyakarta: LP2M, 1985.
Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah
Islam, Surabaya: Al Ikhlas, 1983.
DEPAG RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya,
Jakarta: Yayasan Penyelenggaraan Penerjemah/Tafsir Al-Qur’an. 1971.
Ditjen Binbaga DEPAG RI, Pedoman Pembinaan
Pondok Pesantren, Jakarta : PPBKPP. 1989.
HSM. Nasruddin Latif, Teori dan Praktek
Dakwah Islamiyah, Jakarta : Firma Dara, 1988.
HAMKA, Prof. Dr. Prinsip dan Kebijakan
Dakwah Islam, Jakarta: PT. Pusataka Panjimas, 1984.
Kontjaraningrat, Metode-metode Penelitian
Masyarakat, Bandung: PT. Gramedia, 1989.
Lexy J. Moloeng, Dr. MA, Metodelogi
Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rusdakarya, 1990.
Manfred Oepen dan Wagang Karcher, Dinamika
Pesantren, Dampak Pesantren Dalam Pendidikan dan Pengembangan Masyarakat,
Jakarta: P3M, 1988.
Mansur Amin, Drs. Metode Dakwah dan
Beberapa Keputusan Pemerintah tentang Aktivitas keagamaan, Yogyakarta:
Sumbangsih, 1980.
Marwan Sarijo, Drs. (et al), Sejarah
Pondok Pesantren di Indonesia, Jakarta: Darma Bhakti, 1982.
Masdar Helmi, Drs., Dakwah Di Alam
Pembangunan, Semarang: Toha Putera, 1973.
M. Dawan Rahardjo, (ed), Pesantren dan
Pembaharuan, Jakarta: LP3ES, 1988.
Muhammad, SH, Mengenal Pondok Tremas dan
Perkembangannya, Tremas: PPIT, 1996.
Nasruddin Harahab, Drs. SU, Dakwah
Pembangunan, Yogyakarta: DPD Golongan Karya Tingkat I, 1992.
Nazruddin, Drs, SH. Publisistik dan
Dakwah, Semarang: Toha Putera, 1973.
Soedjono Prasojo (et al), Profil
Pesantren, Laporan Hasil Penelitian Pesantren Al Falah dan Delapan Pesantren
Lain di Bogor, Jakarta: LP3ES. 1982.
Soejono Soekamto, Sosiologi Suatu
Pengantar, Jakarta: CV. Rajawali, 1986.
Sutrisno Hadi, Prof. MA. Drs, Metodelogi
Research Jilid I dan II, Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi
Universitas Gajah Mada. 1981.
T. T. Hasbi ash Shidieqy, Sejarah dan
Pengantar Ilmu Al-Qur’an/Tafsir, Jakarta: Bulan Bintang, 1980.
Usep Fathuddin. MPS (ed), Pedoman
Pembinaan Dakwah Bil Haal, Jakarta: Ditjen Bimas Islam dan Urusan Haji Proyek
Penerangan dan Bimbingan dan Dakwah/Khutbah Agama Islam, 1988/1989.
W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa
Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1986.
Zmakhasyari Dhofier, Tradisi Pesantren,
Study Tentang Pandangan Hidup Kyai, Jakarta: LP3ES, 1982.
Buku-Buku Referensi di atas dapat dibeli di TOKO BUKU RAHMA (Klik)
Untuk mendapatkan file lengkap silahkan hubungi/sms ke HP. 085725363887
FOOTNOT NYA GAN TOLONG TAMPILIN
BalasHapus