HP. 0856-0196-7147

PENCARIAN

Sabtu, 05 November 2011

Hk 048 : PERANAN SURAT DAKWAAN DALAM PROSES PENTELESAIAN PERKARA PIDANA


 

BAB I
PENDAHULUAN

A.    ALASAN PEMILIHAN JUDUL
Undang-undang Dasar 1945 dalam penjelasannya menegaskan  bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat). Untuk mewujudkan hal tersebut, dilakukan upaya yang terencana dan teratur dalam pembangunan hukum. Sehubungan dnegan itu dalam Garis-garis Besar Haluan Negara ditetapkan arahan sebagai berikut :
Pembangunan hukum sebagai upaya untuk menegakkan keadilan, kebenaran, dan ketertiban dalam negara hukum Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, menjamin penegakan, pelayanan dan kepastian hukum, serta mewujudkan tata hukum nasional yang mengabdi pada kepentingan nasional. [1]

Kejaksaan sebagai alat negara penagak hukum, baik dalam kwalitas sebagai obyek pembangunan maupun subyek berkarya dan mengarahkan hasil karyanya di bidang penegakan hukum, pasti dan harus melaksanakan apa yang terdapat dalam Garis-garis Besar Haluan Negara di bidang hukum tersebut.
Sebagai subyek berkarya Jaksa sebagai alat negara penegak hukum mempunyai peran yang penting di bidang penegakan hukum khususnya dalam sistem Peradilan Pidana.
Jaksa sebagai sub sistem dari sistem Peradilan Pidana oleh Undang-undang Nomor 15 Tahun 1961 mempunyai tugas melakukan penuntutan dalam perkara pidana kepada Pengadilan yang berwenang.
Di dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dibedakan istilah Jaksa dan penuntutan umum. Hal ini sebagaimana ditegaskan di dalam pasal 1 butih 6a dan pasal  1 butir 6b. adapun bunyi perumusan pasal 1 butir 6a dan 6b sebagai berikut :
6a.  Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk bertindak sebagai Penuntut Umum serta melaksanakn putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
6b. Penuntut Umum adalah Jaksa yang diberi wewenang oleh udnang-undang ini unuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.[2]

Untuk melaksankan tugas tersebut di atas, Jaksa melakukan Penuntutan Umum diberikan beberapa wewenang sebagaimana ditetapkan di dalam pasal 14 KUHP. Wewenang Penuntut Umum menurut pasal 14 KUHP tersebut adalah :
1.       Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau penyidik pembantu (penyidik pembantu).
2.       Mengadkaan pra penuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dnegan memperhatikan ketentuan pasal 10 ayat (3) dan (4), dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik.
3.       Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau penahan lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya di limpahkan ke penyidik.
4.       Membuat surat dakwaan.
5.       Menutup perkara demi kepentingan hukum.
6.       Melimphakan perakara ke pengadilan.
7.       Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada terdakwa maupun keapda saksi, untuk datang pada sidang yang telah ditentukan.
8.       Melakukan penuntutan.
9.       Mengadakan indakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sebagai penuntut umum menurut ketentuan undang-undang ini.
10.   Melaksanakan penetapan Hakim.[3]

Di dalam penulisan skripsi ini penulis menyoroti sesuatu masalah yang dikaitkan erat dengan masalah yang dikaitkan erat dnegan salahs atu kewenangan Penuntut Umum yaitu membaut surat dakwaan, dalam hal ini titik berat pembahasan sengaja penulis tekankan pada peranan surat dakwaan dalam proses penyelesaian perkara pidana.
Surat dakwaan memegang peranan yang penitng sekalid alam proses penyelesaian perkara pidana, malahan merupakan dasar dari keseluruhan proses, sebeb dari senalah seorang Jaksa akan memulai tugasnya sebagai wakil negara dan masyarakat untuk membuktikan bahwa seorang yang dihadapkan ke sidang Pengadila memang bersalah. Surat dakwaan menentukan batas-batas pemeriksaan dan analisa Hakim mengenai fakta-fakta yang didakwakan. Dengan perkataan lain Hakim hanya boleh memutus atas dasar fakta-fakta yang tersebut dalam surat dakwaan, tidak boleh kurang atau lebih. Bagi Jaksa sendiri, surat dakwaan merupakan dasar untuk melakukan penuntutan perakra ke pengadilan dan kemudian sebagai dasar pembuktian serta pembahasan yuridis dalam persidangan dan sebagai dasar untuk melakukan upaya hukum.
Surat dakwaan juga penitng bagi terdakwa sendiri, karena ia harus mengetahui secara jelas apa yang didakwakan atas dirinya. Hal ini berhubungan erat dengan persiapan untuk pembelaan, baik dilakukan oleh dirinya maupun melalui penasehat hukumnya.
Mengingat betapa penting tugas dari Jaksa selaku penuntut Umum di dalam proses penyelesaian perkara pidana, demikian pula halnya betapa pentig kedudukan  surat dakwaan dalam proses penyelesaian perkara pidana, oleh sebab itu penulis sengaja menulis sekripsi ini dengan judul “Peranan Surat Dakwaan Dalam Proses Penyelesaian Perkara Pidana”.

B.     PERMASALAHAN
Berdasarkan dari judul yang penulis ambil, maka penulis angkat beberapa masalah yang timbul :
1.      Bagaimana syarat-syarat yang harus diperhatikan di dalam membuat surat dakwaan?
2.      Apakah surat dakwaann itu dapat diubah (diadakan pengubahan)?
3.      Sejauhmana peranan dan fungsi surat dakwaan dalam proses penyelesaian perkara pidana ?


[1] Diskusi Pemikir Hukum Indonesia, Mewujudkan keadilan, Yayasan Keadilan, 1998, hal. 58
[2] Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, Karya Anda, Surabaya, 1981, hal. 4.
[3] Ibid, hal. 12

 
DAFTAR PUSTAKA

Andi Hamsah, Penqantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1904.
Achmad S. Soemodiprajo, R., Surat Dakwaan. Sinar Baru, Bandung, 1985.
Departemen Kehakiman RI, Pedgman PeltaRsanaan Kitab Undang-un dang Hukum Acara  Pidana, Jakarta, 1982.
Ditjen Hukum dan Perundang-undangan Dspartemen Kehakinran Republik Indonesia, Tambahan Pedoman Pelaksanaan KUHAP. Jakarta, 1982.
Imam Sutikno, Pengantar Hukum Acara Pidana, Percetakan UNS Surakarta, 1976.
John Z. Loude, Fakta dan Norma, Bina Aksara, Jakarta, 19S4.
Joko Prakoso, Tugas dan Peranan Jaksa Dalam Penuntutan, GHalia Indonesia, Jakarta, 1984.
Karim Nasution, A., Masalah Surat Tuduhan Dalam Proses Pidana, Kejaksaan Tinggi, Jakarta, 1972.
————, Dengar Pendapat Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Mengenai   Beberapa Masaiah Hukum   Acara Pidana, Kejaksaan Tinggi, Jakarta, 1974,
Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Pedoman Pembuatan Surat Dakwaan, Jakarta, 1985.
Kitab Undanq-undanq Hukum Acara Pidana dan Penjeiasannya, Karya Anda, Surabaya, 1984.
Martiman Prodjohamidjojo, Kekuasaan Kejaksaan dan Penuntutan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982.
————, Kemerdekaan Hakim Keputusan Bebas Murni, Simpleks, Jakarta, 1984.
Moeljatno, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta, 1983.
 Ramdlon Naning, Himpunan Perangkat Peraturan Perundangan Pelaksanaan KUHAP, Liberty, Yogyakarta, 1987.
 Ronny Hanitijo Soemitro, Methodaloqi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1968.
Soerjono Soekanto, Tata Cara Penyusunan Karya Tulis Ilmiah Bidang Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982.
Soetomo, A., Pedoman Dasar Pembuatan Surat Dakwaan dan Suplemen, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1984.
Suryono Sutarto, Hukum Acara Pidana, Unissula, Semarang, 1982.
Sutrisno Hadi, Metodologi. Research I , Yayasan Penerbitan Fakultas Psikolagi UGM, Yogayakrta, 1984.


Untuk mendapatkan file lengkap hubungi HP. 0856 0196 7147


Tidak ada komentar:

Posting Komentar